Kerentanan Cosplayer Wanita: Stigma, Objek Seksual & Fetish

Yazid, 31 Januari 2024

Kerentanan Cosplayer Wanita: Stigma, Objek Seksual & FetishGame
Banner Ads

GAMEFINITY, Jakarta – Menyelami dunia Cosplayer bukanlah suatu kegiatan yang mudah. Butuh lebih dari setahun ─bahkan ada yang bertahun-tahun, untuk seseorang yang ingin menekuni dunia Cosplayer. Kata Cosplayer sendiri berawal dari kata Cosplay yang merupakan akronim dari Costum (kostum) dan Play (main).

Konsep dari Cosplay sendiri termasuk dalam dunia seni peran sebenarnya, meskipun tidak berperan untuk sebuah sinema. Namun, masing-masing dari mereka memerankan sebuah sosok atau karakter yang mereka suka dengan menggunakan atribut dan hiasan-hiasan yang hampir menyerupai karakter aslinya.

Kegiatan ini merupakan passion seseorang terhadap dunia gim, Anime, dan Manga. Meski begitu ada banyak aturan tidak tertulis dalam dunia Cosplay yang terkait dengan budaya Jepang. Menurut laporan Kumparan Woman, perkembangan Cosplay di Indonesia sendiri di mulai sejak medio 1998 dan belum seramai saat ini. Saat itu tidak banyak orang yang mau berdandan dan memakai kostum. Salah satu Cosplayer terkenal yang memulai Cosplay di Indonesia adalah Pinky Lu Xun dan dianggap sebagai salah seorang pionir.

Dunia Cosplay di Indonesia baru mendapatkan respon positif dan antusias pada tahun 2014 setelah Cosplayer Indonesia menang dalam World Cosplay Summit (WCS) di Jepang. Sayangnya, respon positif ini hanya berada pada lingkup tertentu saja. Dari sanalah kebanyakan orang mulai berani mengeksplor. Pada sisi lain terjadi sebuah objektifikasi dan pelecehan seksual yang kerap terjadi di dunia Cosplay.

Pengalaman tidak mengenakkan seperti itu memang sering terjadi dalam sebuah acara yang massanya tidak terkendali. Biasanya Matsuri (festival) yang gratisan yang banyak orang datang dan menyebabkan ruang untuk berjalan juga semakin sulit. Keadaan seperti menjadi sangat rentan apalagi Cosplay sendiri tidak terbatas pada pakaian yang tertutup saja. Beberapa peran yang dimainkan terkadang justru memang berkostum sedikit terbuka atau bahkan terbuka sama sekali.

Baca juga:

Tidak Ada Ruang Khusus Event Cosplayer tapi Bisa Dihindari

Permasalahan kerentanan ini banyak dialami oleh Cosplayer perempuan. Setiap kali kejadian, tidak ada cara untuk menemukan orang-orang yang bertangan usil. Menurut Liesa, seorang penggiat Cosplay, kejadian diraba, dipegang dan Catcall itu sudah terjadi bisa dibilang pasti terjadi. Membangun ruang untuk Cosplayer itu sendiri hampir tidak mungkin, karena sebagian datang bukan diundang melainkan datang untuk tampil sendiri.

“Diraba atau dipegang bingung mau lapor ke siapa. Kalau pas ada panitia penyelenggara mungkin bisa saja langsung diamanin, tapi kalau rame juga susah sih. Karena gak tahu tangan siapa itu,” ujar Liesa.

Cosplayer

Liesa sudah cukup lama menekuni dunia Cosplay, kejadian itu (pelecehan seksual) bukan sesuatu yang nyaman dalam sebuah festival. Banyak Cosplayer datang dalam sebuah festival bukan cuma untuk tampil di kerumunan orang, tetapi untuk ikut memeriahkan acara itu. Menurutnya hal paling mudah adalah menghindari acara-acara gratisan, karena itu sudah pasti sangat ramai.

Membuat kelompok atau masuk dalam komunitas adalah sesuatu yang dapat membuat seorang Cosplayer aman. Hal ini dilakukan oleh Hazu, seorang perempuan muda yang baru menekuni dunia Cosplay baru beberapa tahun. Pengetahuannya tentang ruang aman membuatnya memilih bergabung dengan kelompok kecil yang berisikan para Cosplayer. Memilih komunitas atau lingkaran pertemanan dalam Cosplayer juga tidak mudah, khususnya yang bisa menjaga saat acara.

Selain itu kasus pelecehan seksual juga terjadi pada saat minta foto bareng. Gaya saat berfoto tidak ada yang tahu, tepatnya saat ganti gaya tiba-tiba ada yang merangkul. Bahkan ada seseorang yang minta foto dengan gaya Kabedon. Gaya itu mempraktikan seseorang dipojokkan ke dinding seperti ingin dicium. Hal itu banyak ditolak, meskipun sebagian ada yang memaksa ingin melakukannya.

Baca juga: 

“Makanya lebih enak Cosplay jadi karakter lelaki yang ada di Anime, karena yang minta foto biasanya para cewek. Kalau Cosplay karakter perempuan, yang minta foto cowok-cowok. Belum lagi karakter perempuan yang berpakaian sedikit terbuka,” Tutur Liesa, saat ditanya bagaimana menghindari kasus-kasus pelecehan seksual.

Terkait dengan kostum yang digunakan memang tidak ada ketentuan seseorang harus memerankan karakter siapa, tetapi terkadang ditantang oleh Penggemar ataupun lingkaran komunitas. Ada banyak cara untuk tantangan tersebut misalnya saja sudah disewakan kostumnya tanpa ada konfirmasi terkait pilihan karakter.

Cosplayer Kerap Jadi Korban Pengiriman Konten Intim

Meskipun banyak hal yang bisa dilakukan untuk terhindar dari pelecehan seksual, ternyata itu tidak menjamin seorang Cosplayer terbebas. Kasus Non-Consensual Dissemination Of Intimate Images atau pengiriman gambar intim tanpa persetujuan kerap kali terjadi. Pengiriman konten ini dilakukan seperti teror yang dikirimkan melalui media sosial.

Cosplayer

Menurut Liesa, pengiriman konten seperti itu kerap terjadi. Pembahasan tentang siapa pengirim atau pelakunya berulang kali dipublikasi di sosial media dengan harapan bisa diketahui. Terkadang pengirim memang menggunakan akun-akun baru dibuat dan mengirimkan gambar kelamin ke Cosplayer yang mungkin ditemui di sosial media.

“Pernah dikirimin gambar t**it sama orang yang gak dikenal. Awalnya gak tahu pas dibuka gambar t””it, sempat shock dan langsung gw tutup. Pengirimnya langsung gw blokir dan posting ke komunitas, harapannya supaya banyak orang tahu dan kalau ada yang kena akun atau mukanya ditandai,” Jelas Liesa.

Meskipun upaya untuk memberitahu pelaku dan mencegah pelaku dilakukan, usaha seperti itu kerap terjadi. Jika ketahuan oleh kawan-kawan di lingkaran komunitas, orang seperti itu akan mendapat pelarangan datang untuk acara Cosplayer. Terkadang hal-hal seperti itu sulit untuk dideteksi, apalagi mereka yang menggunakan akun tanpa foto, profil dan berteman justru dengan orang-orang yang tidak terafiliasi dengan dunia Cosplay.

Liesa tidak hanya sekali mengalami kejadian pengiriman gambar intim, dirinya bahkan sempat menanyakan itu ke orang yang mengirimkan gambar tersebut. Hal itu dilakukan karena dirinya merasa heran dengan orang-orang yang mengirim gambar seperti tersebut. Dirinya memang geram dan mempertanyakan kenapa hal itu dikirimkan ke dirinya.

Menurut Liesa, kasus lainnya yang sempat viral di grup Cosplayer adalah pengiriman sebuah kue yang di dalamnya berisi sperma. Hal itu lantas menjadi pembahasan di dalam grup tersebut dan membuat semua orang geram.

Baca juga: 

Donasi Trakteer, Fans Service dan Fetish

Passion di dunia Cosplay juga dapat menjadi rezeki bagi para penggiatnya. Liesa dan Hazu adalah salah dua dari Cosplayer yang sempat merasakan rezeki dari Passion tersebut. Namun, sebelum itu mereka berdua mendapatkan tentangan keras dari keluarga. Terutama Hazu, keluarganya yang cenderung agamis dan keharusan menggunakan jilbab membuat dirinya mendapat tentangan keras.

Cosplayer

Perkenalan tim Gamefinity dengan Hazu berawal dari kebutuhan Talent untuk kolaborasi dengan sebuah acara di Tahun 2022. Menurut Hazu pada tahun itu, dirinya baru masuk ke dunia Cosplay beberapa bulan. Dirinya bahkan tidak menyangka kalau akan ditawari pekerjaan untuk sebuah acara.

“Baru banget ikut Cosplay terus tiba-tiba ada pesan di Direct Message IG buat nawarin Job Event. Sempat ragu dan tanya-tanya ke teman Cosplay lainnya, terus akhirnya beraniin diri buat terima,” Ujar Hazu, perempuan muda yang saat ini masih berkuliah dengan jurusan arsitektur.

Meskipun bayaran yang didapat tidak terlalu besar, karena dirinya baru masuk ke dalam dunia Cosplay, hal itu menjadi pembuktian untuk Hazu. Pasalnya Ia, sempat mengalami kondisi yang tidak mengenakkan di dalam keluarganya karena kegiatan tersebut.

Seorang Cosplayer memang saat ini memang memiliki banyak cara untuk mendapatkan pundi-pundi uang. Beberapa di antaranya memanfaatkan teknologi yang sering digunakan dalam industri media kreatif. Salah satunya adalah Trakteer.id atau Sociabuzz yang sering digunakan oleh para Cosplayer untuk menjual hasil foto mereka menggunakan kostum. Para penggemar akan memberikan donasi untuk dapat melihat foto Cosplayer atau bisa juga mereka memberikan donasi untuk sebuah permintaan foto dengan kostum dan gaya.

Baca juga: 

Permintaan foto seringkali memiliki permintaan dengan kostum dan gaya yang aneh. Tim Gamefinity mendapati bahwa hal seperti ini terkait dengan fantasi seksual seseorang terhadap Anime yang mereka ingini. Menurut Bobi, seorang yang sejak dulu menikmati dunia Cosplay, sebagian Fetish ditujukan pada Cosplay dengan kostum bulu biasanya karakter manusia yang memiliki sebagian tubuh hewan atau Furry.

Terlepas dari banyaknya kontroversi dalam dunia Cosplay, mendukung untuk ruang ramah terhadap Passion tersebut harus diwujudkan. Kasus yang terjadi kerap menjadi diskusi, meskipun belum ada jalan keluar yang konkrit. Hal itu dapat dipahami karena permasalahan kekerasan seksual sendiri sulit terdeteksi. Bukan hanya di ranah digital, tetapi juga dalam kekerasan seksual secara langsung.

Akan tetapi, ramainya orang tertarik pada Cosplay sukses menjadi sebuah industri kreatif yang perlu didukung. Perkembangannya terus berkembang seiring dengan tumbuhnya industri kreatif lainnya seperti gim dan Anime. Permasalahan yang timbul perlu mendapatkan perhatian serius dari banyak pihak, termasuk komunitas Cosplayer yang mendukung terbebas dari stigma, objektifikasi perempuan dan kekerasan seksual.

Share Artikel:
Banner Ads

Post Terkait: